MEMAHAMI PENGELOLAAN SAMPAH DI DESA
21 March 2022Tridarma Ilmu Tanah 2
24 May 2022Cerita konservasi datang dari lereng utara Gunung Prau, khususnya sekitar Desa Genting Gunung Kecamatan Sukorejo Kabupaten Kendal. Di sana pada era 90-an terkenal sebagai sentra cengkeh. Sayang, kemudian hancur karena hama menyerang sehingga produksi cengkeh pun hancur.
Dampaknya hamparan lahan di ketinggian 1000 m dpl terancam terdegradasi karena belum mendapat tindakan konservasi yang tepat dan disepakati petani setempat. Puluhan tahun berikutnya lahan hanya digunakan untuk budidaya sayuran yang berpotensi erosi tinggi karena pengolahan tanah intensif dan minimnya vegetasi bertajuk tinggi. Pilihan menghutankan lahan jelas tak mungkin karena masyarakat ingin lahan tetap produksi rutin.
Beruntung pada awal 2021 terdapat secercah harapan dari gerakan Paguyuban Petani Kendal. Mereka ingin menghijaukan lereng Gunung Prau dengan tanaman produktif sekaligus memenuhi kaidah konservasi.? Studi banding ke beberapa tempat di Kendal dan Temanggung, memberi inspirasi bagi petani bahwa alpukat dapat menjadi pilihan menarik. Alpukat cocok di dataran tinggi dan termasuk tamanan tahunan dengan tajuk tinggi dan berakar dalam. Ia cocok sebagai tanaman yang dapat memenuhi kaidah konservasi. Semula rekomendasi untuk petani adalah varietas alpukat kendil.
Bentuknya bulat dengan bobot rata-rata 1 kg per buah. Kendil sangat disukai supermarket dan kalangan menengah ke atas. Harganya pun tinggi. Sekilo mencapai Rp50-ribu rupiah. Namun, petani dan investor punya cerita lain. Paguyuban Petani Kendal hanya punya semangat tanpa memiliki modal besar. Beruntunglah datang investor yang merupakan pedagang alpukat Temanggung.
Mereka berjumpa dengan para petani pemilik lahan di Kendal lalu berembug. Disepakati jangka waktu investasi adalah 12 tahun. Investor bertanggungjawab menyediakan bibit alpukat dan perawatan tahunan. Misalnya, biaya pupuk serta pemberantasan hama dan penyakit. Sementara petani menyediakan lahan dan tenaga. Hasil panen disepakati dibagi dua, antara petani dan investor.
Namun, varietas alpukat yang disepakati bukan kendil, tapi pluwang. Yang disebut terakhir bentuknya lebih kecil, lonjong, dan harga lebih murah. Ternyata investor punya pertimbangan sendiri. Pedagang dari Temanggung lebih berorientasi pada kalangan menengah ke bawah yang lebih banyak mencari pluwang di toko buah eceran yang tersebar di hingga di tepi jalan.
Dengan demikian kepastian pasar menjadi lebih tinggi. Kedua pihak juga menyadari alpukat baru efektif berbuah pada umur 4-5 tahun. Pada periode itu investor dan petani harus rela berinvestasi biaya dan tenaga tanpa ada pemasukan. Namun, semangat kebersamaan telah terbangun. Bahkan belakangan muncul ide untuk budidaya tanaman sela yang cocok di dataran tinggi sebagai alternatif produksi tambahan.? Pilihan jatuh pada menanam jeruk yaitu jeruk lokal dan jeruk lemon.
Konon, jeruk lemon yang berwarna kuning cerah ini banyak diburu kalangan menengah yang terobsesi ingin cepat langsing. Dengan cara itu lahan terlindungi dari degradasi serta tetap bernilai ekonomi tinggi bagi para petani.
*** Oleh: Muhamad Kundarto
1 Comment
Sukses selalu untuk Pak Kun