World Soil Day 2021: Apakah Tanah Salin Mengancam Indonesia?
5 December 2021MENANAM POHON TANGGUNGJAWAB BERSAMA
28 January 2022Jumlah pulau di Indonesia ada sekitar 17.000 buah. Beberapa diantaranya adalah pulau-pulau besar, seperti Kalimantan, Papua, Sumatera, Sulawesi, Jawa, dan lain-lain. Tapi dari semua pulau, sepertinya 60% semua aktifitas penduduk Indonesia terpusat di Pulau Jawa. Kita bisa melihat dari tingkat kepadatan dan pembangunan ekonominya, termasuk pembangunan infrastruktur dan kawasan ekonomi di hampir sepanjang pantai utara Pulau Jawa.
Fenomena Pulau Jawa ini juga sangat menarik dipandang dari sudut bidang pertanian. Pulau Jawa mendapat predikat lahan yang paling subur, karena didukung oleh barisan pegunungan vulkanik dan posisi pulau yang cukup ‘langsing’, sehingga jangkauan abu vulkanik mencapai ke semua sisi. Beda halnya dengan Pulau Sumatera, dimana barisan pegunungan vulkanik hanya berada di sisi barat, sehingga sisi timur masih dominan tanah organik (hamparan rawa dan gambut).
Hampir semua komoditas tanaman pertanian bisa ditanam di Pulau Jawa, kecuali yang beriklim kutub (sangat dingin). Jika hanya beriklim dingin saja, masih bisa ditanam di sekitar puncak gunung dengan ketinggian di atas 1500 m dpl, seperti hamparan tanaman sayuran dan kentang di dataran tinggi dieng Jawa Tengah. Berbagai tanaman introduksi dari luar pun mampu tumbuh dengan baik di tanah Pulau Jawa, seperti Mamae Sapote dari Amerika Tengah dan Kurma dari negara timur tengah.
Sistem Daerah Aliran Sungai (DAS) pun tertata apik di Pulau Jawa. Beda tinggi dataran rendah dengan puncak-puncak gunung membuat alur DAS di sisi utara dan selatan pulai ini. Sehingga sirkulasi air secara alami lewat proses siklus hidrologi berjalan dengan baik. Didukung oleh iklim tropis yang cenderung lebih basah di bagian barat dan berangsur ke agak kering ke arah timur. Maka sejak zaman penjajahan belanda pun sudah tertata rapi, dimana perkebunan karet, kakao, jati, kopi, teh, dll. Semua menyesuaikan kondisi agroekosistem di Pulau Jawa.
Nah, keberadaan Pulau Jawa yang diibaratkan sebagai syurga dunia ini, seperti slogan “gemah ripah loh jinawi”, harus dibenturkan dengan industrialisasi yang kecenderungannya secara siqnifikan mengurangi luasan lahan pertanian, perkebunan dan hutan. Masing-masing kepentingan merasa penting untuk mempertahankan atau expansi. Namun faktanya alih fungsi lahan pertanian terus meningkat. Mana eksistensi Pulau Jawa sebagai lumbung pangan nasional pun semakin tergerus. Indonesia sebagai negara agraris yang dikaruniai banyak lahan subur, harus menyandang status semakin meningkatkan impor pangan.
Sepertinya, semua kepentingan, bahkan termasuk kalkulasi politik, terpusat di Pulau Jawa. Pertarungan kekuatan ada di sini. Tergantung pihak mana yang dimenangkan dan pihak mana yang selalu dikalahkan. Bidang pertanian sering di posisi tersudut dan tak mampu lagi untuk berkembang dengan baik ketika luasan lahan semakin lama semakin menyusut.
Sebenarnya regulasi sudah cukup ideal, seperti kajian berdasarkan UU perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan. Bahkan setiap provinsi dan kabupaten/kota pun sudah berusaha memetakan keberadaan sawah dan mencoba melindunginya. Namun nilai ekonomi sawah yang dipandang hanya dari nilai jual beras, membuat tak mampu bersaing secara hitungan ekonomi, apabila dibandingkan dengan alih fungsi menuju kawasan industri. Karena kebanyakan manusia hanya berpikir untung sesaat. Mungkin mereka lupa bahwa semua perut manusia yang masih hidup tetap membutuhkan sumber pangan. Artinya, secara kepentingan sangat tinggi, tapi nilai jual pangan sangat rendah. Inilah fenomena syahdu bagi kita yang menekuni dan pemerhati bidang pertanian, sambil bersama berpikir melahirkan strategi untuk menyongsong “keberlanjutan” di masa depan.
Muhamad Kundarto
Sumber foto: https://www.websitefoto.com/2019/12/peta-buta-pulau-jawa.html