Rawa Lakbok, the Remaining Peatland in Java
20 May 2024Komitmen untuk Tingkatkan Kontribusi, HITI Gelar Rapat Kerja Perdana
23 June 2024oleh : Prof. Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc.*)
Jakarta – Teknologi data besar, internet, dan kecerdasan buatan telah mentransformasi teknologi geospasial menjadi lebih mudah digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Penerapan paling nyata dalam kehidupan adalah penggunaan google map yang berintegrasi dengan beragam bisnis transportasi, logistik, perhotelan, hingga kuliner. Prinsip teknologi geospasial adalah informasi lokasi obyek seperti jarak dan akses menjadi basis pengambilan keputusan pada sebuah layanan.
Di masa lalu informasi lokasi sulit dikuantifikasi secara kongkrit oleh khalayak umum sehingga terkesan abstrak. Padahal di era 70-an teknologi geospasial masih mengandalkan foto udara yang harus dicetak lalu ditafsirkan oleh ahli di sebuah laboratorium foto udara untuk memperoleh informasi. Meja gambar yang besar serta stereoskop menjadi alat manual seorang ahli yang mendominasi peralatan sebuah laboratorium. Kini wajah laboratorium telah berubah menjadi hanya komputer meja, komputer jinjing, atau hanya telepon genggam.
Teknologi geospasial memang dapat dipandang sebagai leburan baru dari pengetahuan Sistem Informasi Geografis (SIG), Penginderaan Jauh (PJ), dan global position system (GPS). Pengetahuan SIG berperan pada analisis spasial, sementara PJ mencoba memahami objek di bumi dari jarak jauh dengan berbagai wahana seperti satelit, pesawat, dan terkini drone atau pesawat tanpa awak yang dikendalikan remote control atau android. Sedangkan GPS merekam posisi lokasi secara akurat dan dinamis. Peleburan tiga pengetahuan di atas juga berdampak pada bidang pertanian. Teknologi geospasial kini digunakan untuk keperluan analisis sumberdaya lahan, penilaian kualitas lahan, hingga rekomendasi pemupukan.
Belakangan teknologi geospasial juga dipakai pada pertanian presisi seperti manajemen sumberdaya yang lebih detil, deteksi dini ancaman serangan organisme pengganggu tanaman (OPT), pemantauan kualitas lahan dan tanaman, estimasi produksi dan upaya meningkatkan produksi, hingga prediksi penilaian dan pengelolaan bahaya alami di masa depan.
Pada level pemerintah, teknologi geospasial juga telah digunakan untuk inventarisasi dan pemantauan lahan gambut dalam konsep kawasan hidrologis gambut (KHG). Objek ekosistem gambut relatif mudah dilihat dari citra satelit dengan bekal pengetahuan dasar proses dan kemungkinan terbentuknya gambut yang menjadi kunci penentuan lokasi KHG. Secara alami daerah yang membentuk gambut adalah daerah rawa dengan karakter cekungan yang tenang. Lokasi yang terbentuk secara fisik adalah rawa belakang sungai atau variasi cekungan lain seperti swale, karts hole, dan bekas danau lainnya.
Metode penentuan batas KHG dengan teknologi geospasial di tahap awal telah menjadi gagasan penting yang dikuantifikasi dan menjadi landasan kebijakan perlindungan ekosistem gambut. Tentu berikutnya harus dipadukan dengan status kawasan hutan dan rencana tata ruang. Teknologi geospasial juga telah digunakan pada penilaian potensi kerusakan lahan bekas tambang dan pertimbangan upaya pemulihannya agar tidak terjadi bencana hidrometereologis di lahan bekas tambang. Potensi kerusakan tinggi biasanya terlihat pada daerah terbuka dengan lereng yang curam sehingga berpotensi bahaya bagi lingkungan sekitar.
Bidang Pertanian
Pada bidang pertanian teknologi geospasial juga telah membantu pemetaan digital sifat tanah dengan menggunakan data warisan berupa titik observasi maupun peta tanah. Data sifat tanah yang selama ini ditampilkan dalam bentuk tabular menjadi lebih bermakna bagi pengambil kebijakan dan petani ketika ditampilkan secara spasial. Teknologi geospasial kemudian berkembang membantu pemetaan tanah digital dengan prediksi batas peta tanah yang lebih baik dengan menambah parameter lain.
Parameter tersebut antara lain peta geologi, peta bahan induk, dan peta topografi. Cara ini memang terbatas pada tempat yang spesifik dengan aturan-aturan spesifik, tetapi dapat dikembangkan di daerah lain dengan menerapkan prinsip serupa. Pada konteks ini ahli geospasial tidak dapat menghindar untuk melibatkan ahli ilmu tanah yang lebih paham. Berikutnya teknologi geospasial dapat membantu identifikasi dan pemantauan tanaman termasuk padi yang menjadi penopang pangan bangsa ini.
Kemajuan teknologi dapat memantau pertumbuhan padi hingga level petak sawah dan fase tumbuh. Bila teknologi ini dikembangkan, maka pemantauan penambahan luas tanam padi, luas panen, dan produksi padi dapat lebih mudah diprediksi. Tentu saja capaian penting pada teknologi geospasial harus disambut baik oleh semua pihak serta dapat menjadi basis kebijakan. Sebut saja pendetailan petak-petak sawah yang telah dihasilkan dapat menjadi basis perlindungan lahan sawah di setiap kabupaten sehingga konversi lahan dapat dicegah.
Data geospasial dapat pula menjadi pertimbangan pelaku bisnis karena pemantauan area tanam dan area panen sebuah komoditas dapat terlihat sehingga distribusi lebih baik. Kontribusi ilmu geospasial sangat nyata menghasilkan produk layanan seperti aplikasi atau sistem informasi yang berbeda format dibandingkan cara sebelumnya.
Demikian juga layanan berbasis teknologi geospasial yang telah dapat diakses publik hendaknya dapat menjadi referensi baru bagi peneliti untuk menjawab tantangan pengembangan data dan pengelolaan sumber daya lahan. Di sisi lain publik luas juga dapat memberi masukan sehingga perbaikan layanan dapat dilakukan terus menerus. Berbagai kekurangan maupun galat jangan dipandang sebagai hambatan untuk penerapan, tetapi dipandang sebagai tantangan dan peluang untuk perbaikan terus menerus. Hanya dengan cara itu inovasi geospasial di bidang sumber daya lahan dapat terus berkembang dinamis mengikuti perkembangan teknologi.
*) Penulis adalah Guru Besar di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, IPB University.
sumber: antaranews.com